Salah satu kisah panjang
al-Qur’an Karim adalah kisah nabi Musa as dan Fir’aun. Para ahli ta’bir
(takwil) mimpi dan ahli nujum berkata kepada Fir’aun: Akan segera lahir seorang
putera yang akan menghancurkan kerajaan dan kekuasaanmu. Dengan berita
menakutkan ini, Fir’aun kemudian bertindak supaya nabi Musa as tidak menapakkan
kaki ke muka dunia. Akan tetapi dengan kehendak Ilahi dan meskipun keinginan
Fir’aun lain, nabi Musa as membuka matanya ke dunia ini dan dengan mukjizat
Ilahi beliau as tumbuh dan besar di sekitar Fir’aun dan ketika beliau as mulai
menjadi pemuda kekar Allah swt menganugerahkan ilmu dan hikmah.
Dan Musa masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu
dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israel)
dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Firaun). Maka orang yang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya
lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu.
Pada saat itu nabi Musa as
berubah dan mengangkat tangan berdoa seraya berkata:
رَبِّ إِنّى ظَلَمْتُ نَفْسى فَاغْفِرْ
لى
“Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.”[1]
Maka Allah swt pun
mengampuni beliau as.
Nabi Musa as tetapi juga
berdoa dan mengatakan:
رَبِّ بِما أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ
أَكونَ ظَهيراً لِلْمُجْرِمينَ
“Ya Tuhanku, demi nikmat
yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi
penolong bagi orang-orang yang berdosa.”[2]
Maka keesokan harinya nabi
Musa as di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, maka
tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan
kepadanya. Di lain pihak ia menghadap kepada nabi Musa as dan mengatakan: Hai
Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah
membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat sewenang-wenang dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang mengadakan perdamaian!
Dan datanglah seorang
laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya
pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu
keluarlah dari kota ini!
Maka keluarlah nabi Musa as
dari kota itu dengan berhati-hati dan waspada dan beliau as berdoa demikian:
رَبِّ نَجِّنى مِنَ القَوْمِ
الظَّالِمينَ
“Ya Tuhanku, selamatkanlah
aku dari orang-orang yang lalim itu.”[3]
Dan setelah itu tatkala nabi
Musa as menghadap ke jurusan negeri Madyan, kota nabi Syu’aib as, beliau as
berjalan menuju ke sana dan berdoa lagi:
عَسى رَبّى أَنْ يَهْدِيَنى سَواءَ
السَّبيلِ
“Mudah-mudahan Tuhanku memberikan
hidayat kepadaku ke jalan yang benar”.[4]
Nabi Musa as
sampai ke negeri Madyan. Beliau as menjumpai di sana sekumpulan orang yang
sedang meminumkan ternaknya, dan beliau as menjumpai di belakang orang banyak
itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya dan dalam penantian.
Nabi Musa as mendekat kepada mereka dan bertanya: Kenapa kalian berdiri di
sini? Kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat meminumkan ternak kami,
sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan ternaknya.
Maka nabi Musa as karena
tugas Ilahi dan semacam persahabatan menuju ke sumur, menimba air dan memberi
minum ternak itu. Mereka berdua lalu pergi dan lebih cepat sampai di rumah dari
hari-hari biasa.
Nabi Musa as yang merasa
asing di negeri Madyan dan tidak dapat pergi ke mana-mana menuju ke bawah pohon
yang rindang untuk berteduh untuk menghilangkan rasa lelah dan karena tidak
membawa bekal dan makanan beliau as mengangkat tangan berdoa kepada Allah swt:
رَبِّ إِنّى لِما أَنْزَلْتَ إِلَيَّ
مِنْ خَيْرٍ فَقيرٌ
“Ya Tuhanku sesungguhnya aku
sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”[5]
Doa nabi Musa as
terkabulkan. Puteri-puteri nabi Syu’aib yang pulang ke rumah lebih cepat dari
hari-hari biasanya menceritakan kepada sang ayah kejadian seorang pemuda tak
dikenal yang menolong mereka.
Nabi Syu’aib mengirim salah
seorang di antara mereka berdua untuk mencari dan membawa nabi Musa as ke
hadapan beliau. Nabi Musa as datang ke rumah nabi Syu’aib. Mereka menyambut dan
menjamu beliau as dan karena mereka melihat kemampuan, kejujuran dan amanat
beliau as mereka menerimanya dengan hangat. Maka nabi Musa as menjadi menantu
nabi Syu’aib, beristeri dan hidup berkeluarga.
Walaupun di dalam
riwayat-riwayat disebutkan bahwa nabi Musa as ketika berdoa pada waktu itu
membutuhkan sepotong roti, akan tetapi doa ini tidak khusus untuk mengharapkan
roti dan makanan, namun untuk seluruh kebutuhan. Dalilnya adalah setelah doa
ini nabi Musa as memiliki segala sesuatu.
Nabi Musa as selama
beberapa waktu tinggal di negeri Madyan sesuai dengan perjanjian dengan nabi
Syu’aib dan setelah itu nabi Musa as dengan membawa keluarga, gembalaan dan
harta bendanya menuju ke negeri Mesir hingga sampai di Thur Sina. Di sana
memancarlah seberkas cahaya dari kejauhan. Beliau as menuju ke arahnya untuk
mengambilnya sebagai penghangat keluarga. Cahaya itu adalah manifestasi Allah
swt yang menjelma dalam pohon. Di sanalah terjadi kejadian terbesar dalam
kehidupan nabi Musa as yaitu risalah beliau as. Nabi Musa as diangkat menjadi
nabi dan dianugerahkan pula kepadanya mukjizat sebagai bukti kebenaran klaim
beliau as.
Permulaan tugas dan risalah
beliau as dideklarasikan untuk pergi ke istana Fir’aun, memberikan peringatan
dan mengajaknya menuju kepada Allah swt.
Pada saat itu ketika nabi
Musa as mendapati tugas sebagai sebuah hal yang berat menghadap kepada Allah
swt dan berdoa:
رَبِّ اشْرَحْ لِى صَدْرِى * وَيَسِّرْ
لِى أَمْرِى * وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسانِى * يَفْقَهُوا قَوْلِى * وَاجْعَلْ
لِى وَزِيراً مِنْ أَهْلِى * هرُونَ أَخِى * اُشْدُدْ بِهِ أَزْرِى *
وَأَشْرِكْهُ فِى أَمْرِى * كَىْ نُسَبِّحَكَ كَثِيراً *وَنَذكُرَكَ كَثِيراً
* إِنَّكَ كُنْتَ بِنا بَصِيراً
“Ya Tuhanku, lapangkanlah
untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang
pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia
kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak
bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau
adalah Maha Melihat (keadaan) kami.”[6]
Allah swt memberikan
jawaban: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.”[7]
Setelah itu Allah swt
mengajarkan metode menghadapi Fir’aun kepada nabi Musa dan nabi Harun sebagai
berikut: “Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas; maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”[8]
Nabi Musa dan nabi Harun as
mengatakan:
رَبَّنا إِنَّنا نَخافُ أَنْ يَفْرُطَ
عَلَيْنا اَوْ أَنْ يَطْغى
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya
kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui
batas.”[9]
Allah swt memberikan
jawaban: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua,
Aku mendengar dan melihat.”[10]
Sumber: http://quran.al-shia.org