Berdoa secara berjamaah
dengan bacaan-bacaan khusus pada akhir dan awal tahun hijriyah salah satu
ritual yang marak di masyarakat kita. Doa akhir tahun dibaca sesudah
shalat ‘Ashar di penghujung bulan Dzulhijjah, sedangkan awal tahunnya dibaca
sesudah shalat Maghrib di awal Muharram tahun hijriyah yang baru.
Maraknya pelaksanaan ini
menjadikannya seolah amalan sangat istimewa. Bacaan khusus padanya seolah
menjadikannya amal ibadah yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
landasan dalil syar’i yang shahih. Padahal –sejatinya- tidak demikian.
Doa dengan bacaan, tatacara dan waktu tertentu, sehabis Ashar dan ba’da
Maghrib pada akhir dan awal tahun, tidak memiliki dasar perintah khusus. Maka
kita tidak boleh mengikat ibadah doa dengan waktu tersebut karena Al-Qur’an
atau sunnah shahihah tidak ada yang menyebutkan mengenai perintahnya di akhir
dan awal tahun, tentang tatacaranya, jumlahnya, waktu dan tempatnya.
Memang ada riwayat yang
dijadikan sandaran oleh orang-orang yang meyakini adalah ibadah yang utama
dengan pahala dan keutamaan tertentu. Di antara berdalil yang dijadikan
sandaran adalah beberapa riwayat tentang fadilah membaca doa tersebut, antara
lain sebagai berikut:
“Barangsiapa membacanya
syaitan akan berkata: Kami telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi
dia (pembaca doa berkenaan) merusak amalan kami dalam masa sesaat (dengan
membaca doa tersebut).”
Mengenai nas hadits
tersebut, Jamaluddin Al-Qasimy menerangkan riwayat ini tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadits shahih, dan tidak juga di dalam kitab-kitab hadits maudhu’
(palsu). (Islahul Masajid: 108). Maka nash di atas tidak pernah diucapkan oleh
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Kenyataannya, Rasulullah Shallallaahu
'Alaihi Wasallam, para shahabat dan para tabiin tidak pernah mengamalkan
doa tersebut.
Ini telah diakui oleh
beberapa ulama seperti Abu Syamah (seorang ulama Syafi’iyah wafat pada tahun
665H), Muhammad Jamaluddin Al-Qasimiy (Islahul Masajid: 129), Muhammad Abdus
Salam As-Shuqairy (As-Sunan wal-Mubtadaa’at: 167), dan DR. Bakr Abu Zaid (Tashihhud
Doa’: 108), yang menegaskan bahwa “Doa awal dan akhir tahun” tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, para
shahabat, tabiin, atau tabi’ut tabiin.
Di dalam hal ini kita
haruslah berhati-hati, karena seseorang yang telah mengetahui bahwa derajat
hadits itu palsu tetapi tetap meriwayatkannya sebagai hadits, maka ia akan
termasuk dalam ancaman Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam: “Barangsiapa
berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tampat duduknya di
neraka.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain,
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Barangsiapa
yang meriwayatkan dariku sepotong hadits sedangkan dia tahu bahwa hadits itu
palsu, maka dia adalah salah seorang pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah
Shahihnya: I/62)
Kemudian, ada sebahagian
golongan pula yang berdalih bahwa doa tersebut sebenarnya adalah sebagian dari
amalan para salafus shalih karena fadilah doa tersebut diterangkan dalam kitab
“Majmu’ Syarif”, tetapi bukan di dalam bentuk hadits.
Perkara ini sangatlah
menyesatkan dan berbahaya, karena di antara fadilah doa tersebut diriwayatkan
bahwa akan diampuni dosa-dosanya setahun yang lalu dan konon syaitan akan
berkata: “Kami telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi dia merusak
amalan kami dalam masa sesaat (dengan membaca doa tersebut).”
Ini semua adalah
perkara-perkara gaib yang tidak boleh diimani kecuali daripada sumber wahyu
yaitu Al-Qur’an atau Sunnah. Oleh karena, Al-Qur’an dan Sunnah tidak
menyebutkan fadilah-fadilah tersebut, maka bagaimanakah boleh seseorang
mengetahui bahwa syaitan berkata demikian dan sebagainya dan beriman dengannya?
Kesimpulan
Rasulullah Shallallaahu
'Alaihi Wasallam tidak pernah mengajarkan doa akhir tahun atau awal tahun.
Yang diajarkan beliau adalah doa awal bulan hijriyah atau ketika melihat hilal.
Karenanya merutinkan doa tersebut dengan berharap janji & fadhilah dalam
riwayat-riwayat yang disebutkan di atas tidak dibenarkan. Apalagi penggunaan
tahun Hijriyah ini baru ditetapkan pada zaman Umar bin al-Khathab pada tahun 16
Hijriyah.
Kita tidak boleh menetapkan
adanya ibadah doa khusus pada akhir dan awal tahun kecuali dengan dalil, karena
itu termasuk ibadah khusus yang terikat dengan waktu. Dan ibadah tidak
ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i dari Al-Qur’an dan Sunnah shahihah.
Wallahu a’lam.
Sumber: voa-islam.com