Inilah do'a yang dipuji oleh
Allah Ta'ala, diamalkan oleh orang-orang yang datang kemudian di antara para
sahabat radhiyallahu 'anhum, yakni sesudah muhajirin dan anshar. Didahului
dengan memohon ampunan bagi diri mereka beriring memohonkan hal yang sama bagi
saudara-saudara seiman yang lebih awal dalam keimanan, kemudian diikuti
permohonan dijauhkan dari ghil. Allah Ta'ala abadikan doa mereka.
“Wahai Rabb kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami,
dan janganlah Engkau membiarkan tumbuh ghil dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun
lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hasyr, 59: 10).
Apakah ghil itu? Rasa tidak
nyaman, tidak senang dan terganggu melihat keberhasilan, kebahagiaan,
kegembiraan atau serupa dengan itu yang dialami saudaranya. Ini bentuknya yang
ringan. Jika kita biarkan, ghil ini akan semakin kuat, sehingga perih hati
melihat saudaranya seiman memperoleh nikmat. Ia merasakan kedengkian yang sangat
kuat sehingga tak nyaman hidupnya, tak tenteram hatinya. Mungkin ia banyak
berhibur, tetapi semakin jauh dari kebahagiaan.
Ghil dapat menimpa siapa
saja. Seorang 'alim pun dapat mengalami. Ia tak nyaman, tak senang, dan bahkan
gusar melihat muridnya berhasil. Sibuk ia menunjukkan bahwa dirinya orang yang
lebih layak didengar.
Jika tak berhati-hati sehingga tidak bersegera
menepisnya, ghil itu dapat berubah menjadi hasad (الحسد). Ini penyakit hati
sangat mematikan yang dapat menghalangi manusia dari kebenaran, padahal ia
mengetahui kebenaran dengan haqqul yaqin. Bukan sekedar 'ilmul yaqin.
Bukankah hasad ini pula yang
menyebabkan iblis berubah dari hamba yang sangat taat kepada Allah Ta'ala, kuat
bersujud kepada-Nya, menjadi penentang Allah Ta'ala yang paling keras. Apa
sebabnya? Hasad yang membakar. Tak rela ia melihat Adam dimuliakan.
Ghil membuat kita tak sempat
bahagia. Kita bisa menghibur diri dengan beragam cara, tetapi bukan mereguk
kebahagiaan. Andaikata kesenangan itu sama dengan kebahagiaan, tentu tak perlu
ada artis-artis yang harus berurusan dengan narkoba. Mereka menghibur dan
bersenang-senang, tetapi gersangnya hati tidaklah berkurang. Sesudah riuh
kesenangan berlalu, di sudut kesendiriannya ia kembali terpaku. Kering.
Gersang. Tak ada keteduhan jiwa. Tiada ketenangan hati.
Ghil membuat hati senantiasa
gelisah. Galau tiap menjumpai seseorang atau sejumlah orang meraih nikmat,
memperoleh kebaikan. Akibatnya yang paling dekat dengan dirinya sendiri adalah,
ia semakin terasing dari kebahagiaan, rasa syukur dan ketenangan (muthmainnah),
baik hati maupun jiwa. Demikian pula sakinah, semakin menjauh tanpa ada yang
mengusik.
Robbanagh-fir lanaa wa
li-ikhwaanina-lladziina sabaquunaa bil-iimaan, wa laa taj'al fii quluubinaa
ghillan lilladziina aamanuu, robbanaa innaka ro-uufun rohiim.
Ya Rabb kami, beri ampunlah
kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman. Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang. (Al Hasyr [59]: 10).
Dinukil dan diselia dari "Agar
Kebahagiaan Tak Menjauh"
Mohammad Fauzil Adhim