Dengan perintah Allah swt
Nabi Musa dan nabi Harun as menuju ke istana Fir’aun dan mereka berdua berkata
dengan lemah lembut atas instruksi Ilahi. Mereka berdua mengatakan tentang
pembebasan Bani Israel, azab hari kiamat, makrifatullah, nikmat-nikmat Ilahi,
kematian, kebangkitan dan ayat-ayat lain dan menunjukkan mukjizat-mukjizat
Ilahi kepadanya.
Fir’aun menganggap
mukjizat-mukjizat Ilahi sebagai sihir nabi Musa as dan menentukan hari raya sebagai
hari perlawanan dengannya.
Fir’aun mengumpulkan para
tukang sihir yang paling pandai dan memberikan janji kepada mereka bila dapat
mengalahkan Musa maka mereka akan menjadi orang-orang terdekatnya.
Tibalah hari raya yang
dinantikan. Semua orang datang ke tempat yang telah ditentukan untuk
menyaksikan perlawanan para tukang sihir ternama dengan Nabi Musa as dan nabi
Harun. Pada mulanya para penyihir memulai dan menunjukkan kebolehan sihir
mereka untuk menakuti Nabi Musa as. Tiba-tiba terdengar seruan: “Wahai Musa!
Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang),
lemparkanlah tongkatmu! Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang
mereka sulapkan”.
Nabi Musa as segera
melakukan perintah Allah swt. Ia melemparkan tongkatnya. Seketika itu juga
dengan mukjizat Ilahi tongkat tersebut berubah menjadi ular dan menelan sihir
para penyihir dan Nabi Musa as bertindak sedemikian rupa sehingga para tukang
sihir Fir’aun tersungkur dengan bersujud dan menyaksikan kebenaran Allah swt, kejujuran
Nabi Musa dan Harun as dan kehampaan klaim ketuhanan Fir’aun.
Fir’aun menghadap kepada
mereka dan berkata: “Apakah kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin
kepada kalian?, sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah
kalian rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari
padanya; maka kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian ini),
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara
bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kalian semuanya”.
Ahli-ahli sihir yang baru
beriman itu mengatakan: “Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu
tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat
Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami”. Dan pada kesempatan itulah
mereka menengadahkan tangan berdoa:
رَبَّنا أَفْرِغْ عَلَيْنا صَبْراً وَ
تَوَفَّنا مُسْلِمينَ
“Ya Tuhan kami! Limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri
(kepada-Mu)”.[1]