Doa Untuk Pemimpin Negeri


Seorang Ulama Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

 “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, maka akan aku tujukan doa tersebut kepada pemimpin.”

Ada yang bertanya pada Fudhail, “Mengapa bisa demikian?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”

Marilah senantiasa kita sempatkan diri kita untuk berdoa bagi pemimpin kita demi kemasalahatan banyak umat muslim.  Berikut doa-doa bagi pemimpin yang diajarkan dalam sunnah.

Doa pertama
اللهم إني أعوذبك من إمارةِ الصبيان والسفهاء

(Allahumma inni a’udzubika min imratisshibyan was sufaha’)

“Yaa Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh.”

Doa kedua

اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا

(Allahumma laa tusallith ‘alainaa bidzunubinaa man laa yakhafuka fiinaa wa laa yarhamunaa)

“Yaa Allah -dikarenakan dosa-dosa kami- janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami.”

Doa ketiga

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ


(Allahumma ashlih wulaata umuurina, Allahumma waffiqhum limaa fiihi sholaahuhum washolaa hul islaami walmuslimiin. Allahumma a’inhum ‘alalqiyaami bimahaamihim kamaa amartahum yaa robbal’aalamiin. Allhumma ab’id ‘anhum bithoona tassuui walmufsidiina waqorrib ilaihim ahlalkhoiri wannaa shihiina yaa robbal’aalamiina, Allahumma ashlihwulaa ta umuuril muslimiina fiikullimakaan.)

“Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”


Doa Ini Mesti Sering Diucapkan Ketika Mencapai Umur 40 Tahun


 “Wahai Tuhanku, ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmatmu yang engkau kurniakan kepadaku dan kepada ibu bapaku, dan supaya aku tetap mengerjakan amal soleh yang Engkau redhai; dan jadikanlah sifat-sifat kebaikan meresap masuk ke dalam jiwa zuriat keturunanku.  Sesungguhnya aku bertaubat kepadamu, dan sesungguhnya aku dari orang-orang Islam (yang tunduk patuh kepadamu)”(Surah al-Ahqaf, 46:15)

Al-Qur'an yang telah menyebutkan umur 40 tahun dengan tegas itu menjadi perhatian. Sehingga kita lihat, saat memasuki usia ini para ulama salaf mencapai kebaikan amal mereka dan menjadikannya sebagai hari-hari terbaik dalam hidupnya.
Allah Ta'ala berfirman,  
حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"." (QS. Al-Ahqaf: 15)

Keistimewaan Umur 40 Tahun
Sebagian orang menyebut, umur empat puluh tahun penuh teka-teki dan penuh misteri. Sehingga terbit sebuah buku berjudul, "Misteri Umur 40 tahun" yang diterbitkan pustaka al-tibyan – Solo, diterjemahkan dari buku berbahasa Arab, Ya Ibna al-Arba'in, oleh Ali bin Sa'id bin Da'jam.

Seseorang yang sudah mencapai umur 40 tahun berarti akalnya sudah sampai pada tingkat kematangan berfikir serta sudah mencapai kesempurnaan kedewasaan dan budi pekerti. Sehingga secara umum, tidak akan berubah kondisi seseorang yang sudah mencapai umur 40 tahun.

Al-Tsa'labi rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Allah menyebutkan umur 40 tahun karena ini sebagai batasan bagi manusia dalam keberhasilan maupun keselamatannya."

Ibrahim al-Nakhai rahimahullah berkata, "Mereka berkata (yakni para salaf), bahwa jika seseorang sudah mencapai umur 40 tahun dan berada pada suatu perangai tertentu, maka ia tidak akan pernah berubah hingga datang kematiannya."

Allah Ta'ala telah mengangkat para nabi dan Rasul-Nya, kebanyakan, pada usia 40 tahun, seperti kenabian dan kerasulan Muhammad, Nabi Musa, dan lainnya 'alaihim al-Shalatu wa al-Sallam. Meskipun ada pengecualian sebagian dari mereka.

Imam al-Syaukani rahimahullah berkata, "Para ahli tafsir berkata bahwa Allah Ta'ala tidak mengutus seorang Nabi kecuali jika telah mencapai umur 40 tahun."
Dengan demikian, usia 40 tahun memiliki kekhususan tersendiri. Pada umumnya, usia 40 tahun adalah usia yang tidak dianggap biasa, tetapi memiliki nilai lebih dan khusus.

Dihikayatkan, al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi adalah seorang laki-laki yang shalih, cerdas, sabar, murah hati, berwibawa dan terhormat. Ia berkata, "manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun. Itu adalah usia, di mana pada usia tersebut Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan pikiran manusia akan sangat jernih pada waktu sahur."

Disebutkan tentang biografi al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, "Bahwa ketika mencapai umur 40 tahun ia berkonsentrasi untuk beribadah dan memutuskan diri dari hubungan dengan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, dan ia berpaling dari semua urusan dunia dan umat manusia, seakan-akan ia tidak pernah kenal seorangpun dari mereka. Dan ia terus menyusun karya-karya tulisnya. . ." 

Sumber: